Kolam Renang Sri Tanjung
Tempat rekreasi ini berada di Desa Tanjungrejo, Kecamatan Loceret, ±1km arah tenggara kota Nganjuk. Berbagai fasilitas seperti kolam renang anak dan kolam renang dewasa, kolam pancing, kios souvenir, kafetaria dibangun dipadu dengan suasana yang rindang membuat arena kolam renang Sri Tanjung ini layak dikunjungi.
Taman Rekreasi Anjuk Ladang
Taman ini terletak di samping Stadion Olahraga Anjuk Ladang di kota Nganjuk. Taman Rekreasi yang sejuk dan rindang ini dilengkapi dengan berbagai sarana rekreasi keluarga seperti jogging track, beberapa satwa, kolam renang, kios souvenir, taman bermain anak, dll. Pada hari-hari libur dan akhir pekan, taman rekreasi ini sangat banyak dikunjungi.
Goa ini terletak di desa Sugihwaras, Kecamatan Ngluyu,±35km arah utara kota Nganjuk dengan panorama pegunungan yang segar, indah dan alami. Di kawasan wisata ini terdapat pula sumber air alami serta dilengkapi dengan sarana rekreasi berupa kolam renang dan pusat kuliner. Selain Goa Margo Tresno, terdapat pula goa-goa lain disekitarnya yang saling terhubung satu sama lain. Seperti halnya tempat sejenis, Goa Margo tresno juga terkenal dengan berbagai ritualnya.
Roro Kuning
Mitos mandi di Sedudo bisa awet muda dan beroleh berkah tampaknya telah melekat dengan keberadaan Air Terjun Sedudo yang merupakan salah satu dari 10 air terjun tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 105m. Terletak di Ds Ngliman, Kec. Sawahan, Kab. Nganjuk, Jawa Timur, berada di ketinggian 1.438m dpl, ± 30km selatan Kota Nganjuk. Pemandangan Air Terjun yang begitu elok, ditambah lagi keindahan panorama Pegunungan Wilis yang masih alami dan hawa yang sangat sejuk membuat Kawasan Sedudo ini sangat menarik dikunjungi keluarga maupun petualang. Jelajahi pula Air Terjun lain disekitarnya yang sangat mempesona dan alami. Tak heran kalau Pegunungan Wilis dikenal dengan sebutan “Gunung dengan 1000 air terjun”. Dengan kemudahan akses jalan dan berbagai sarana baik akomodasi maupun fasilitas lain, rasanya sayang jika kawasan Air Terjun Sedudo ini dilewatkan dari jadwal berwisata anda dan keluarga, terlebih Air Terjun Sedudo telah meraih penghargaan dalam Anugerah Wisata Jawa Timur untuk kategori Obyek Wisata Alam. Disekitar Kawasan inipun banyak dijumpai pusat pembudidayaan bunga mawar maupun hasil alam berupa buah-buahan.
Candi Ngetos.

Bangunan utama candi tersebut dari batu merah, sehingga akibatnya lebih cepat rusak. Atapnya diperkirakan terbuat dari kayu (sudah tidak ada bekasnya). Yang masih bisa dilihat tinggal bagian induk candi dengan ukuran sebagai berikut : Panjang candi (9,1 m), tinggi badan (5,42 m), tinggi keseluruhan (10 m), saubasemen (3,25 m), besar tangga luar (3,75 m), lebar pintu masuk (0,65 m), tinggi undak menuju ruang candi (2,47 m) dan ruang dalam (2,4 m). Terdapat empat buah releif, namun sekarang hanya tinggal satu, yang tiga telah hancur. Pigura-pigura pada saubasemennya (alasnya) juga sudah tidak ada. Dibagian atas dan bawah pigura dibatasi oleh loteng-loteng, terbagi dalam jendela-jendela kecil berhiaskan belah ketupat, tepinya tidak rata, atau menyerupai bentuk banji. Hal ini berbeda dengan bangunan bawahnya yang tidak ada piguranya, sedangkan tepi bawahnya dihiasi dengan motif kelompok buah dan ornamen daun. Disebelah kanan dan kiri candi terdapat dua relung kecil yang diatasnya terdapat ornamen yang mengingatkan pada belalai makara. Namun jika diperhatikan lebih seksama, ternyata suatu bentuk spiral besar yang diperindah. Yang menarik, adalah motif kalanya yang amat besar, yaitu berukuran tinggi 2 x 1,8 meter. Kala tersebut masih utuh terletak disebelah selatan. Wajahnya menakutkan, dan ini menggambarkan bahwa kala tersebut mempunyi kewibawaan yang besar dan agaknya dipakai sebagai penolak bahaya. Motif kala semacam ini didapati hampir pada seluruh percandian di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Motif ini sebenarnya berasal dari India, kemudian masuk Indonesia pada Jaman Hindu. Candi Ngetos, yang sekarang tinggal bangunan induknya yang sudah rusak itu, dibangun atas prakarsa Raja Hayam Wuruk. Tujuan pembuatan candi ini sebagai tempat penyimpanan abu jenasahnya jika kelak wafat. Hayam Wuruk ingin dimakamkan disitu karena daerah Ngetos masih termasuk wilayah Majapahit yang menghadap Gunung Wilis, yang seakan-akan disamakan dengan Gunung Mahameru. Pembuatannya diserahkan pada pamannya Raja Ngatas Angin, yaitu Raden Condromowo, yang kemudian bergelar Raden Ngabei Selopurwoto.Diceritakan, bahwa Raden Ngabei Selopurwoto mempunyai keponakan yang bernama Hayam Wuruk yang menjadi Raja di Majapahit. Hayam Wuruk semasa hidup sering mengunjungi pamannya dan juga Candi Lor. Wasiatnya , ketika Hayam Wuruk wafat, jenasahnya dibakar dan abunya disimpan di Candi Ngetos. Namun bukan pada candi yang sekarang ini, melainkan pada candi yang sekarang sudah tidak ada lagi. Konon ceritanya pula, di Ngetos dulu terdapat dua buah candi yang bentuknya sama (kembar), sehingga mereka namakan Candi Tajum. Hanya bedanya, yang satu lebih besar dibanding lainnya.
candi lor
Setiba di lokasi, bapak juru kunci Candi Lor langsung menyambut kami dengan ramah. Sebelumnya kami dipersilahkan untuk mengisi buku tamu terlebih dahulu, tapi karena tidak mau buang-buang waktu kami pun berbagi tugas. Juru kunci saya yang menghadapi sedangkan Koje langsung eksplor ke bangunan candi
.Disatu sisi Koje sudah kemput penekan ke atas candi, saya masih tertahan oleh penjelasan bapak juru kunci. Tapi berkat ini kami menjadi sedikit lebih tau tentang latar belakang pendirian Candi Lor. Terlebih dahulu kita ketahui bahwa keberadaan Candi Lor cukup penting karena merupakan salah satu bukti peninggalan Dinasti Isyana. Dinasti tersebut didirikan oleh Pu Sindok dan merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno (Medang) dari Jawa Tengah. Berita mengenai Candi Lor dimuat dalam prasasti Anjuk Ladang keluaran Sri Maharaja Pu Sindok Sri Isana Wikrama Dharmatunggadewa. Dalam prasasti berangka tahun 895 Saka / 937 Masehi tersebut disebutkan mengenai Jayastamba, yakni tugu peringatan atas kemenangan Pu Sindok terhadap musuhnya dari Melayu. Keberadaan bangunan tersebut memiliki arti penting bagi Nganjuk. Hal tersebut terkait dengan anugrah Sima yang diberikan oleh Pu Sindok kepada Desa Anjuk Ladang, sehingga desa tersebut bebas dari pajak tetapi berkewajiban untuk merawat bangunan suci Jayastamba. Tanggal penetapan Sima tersebut kini diperingati sebagai hari jadi Nganjuk setiap tanggal 10 April. Keterangan tambahan yang kami peroleh dari juru kunci adalah mengenai tokoh-tokoh lain yang membantu Patih Sawung Logo (Pu Sindok sebelum menjadi raja) untuk mendirikan Candi Lor. Tokoh-tokoh tersebut antara lain adalah Rakyan Baliswara, Rakyan Sahasra, Rakyan Kanuruhan serta abdi kinasihnya Eyang Kerto dan Eyang Kerti. Makam Eyang Kerto dan Eyang Kerti hingga kini masih dapat dijumpai di sebelah barat candi.
menjadi salah satu obyek wisata di Nganjuk, tetapi candi ini masih sering digunakan untuk berbagai ritual terkait kepercayaan. Kebetulan saat itu sedang ada pengunjung yang ingin nyadran di Candi Lor sehingga kami sempat mendengar syarat-syarat perlengkapannya. Syarat-syarat tersebut antara lain: membawa bunga (bisa bunga tujuh rupa), membawa dupa (bisa kemenyan), bertafakur di lokasi candi minimal dua jam (biasanya dilakukan di bagian bilik candi). Setelah dirasa cukup saya pun bergegas menyusul Koje mengeksplor sudut-sudut Candi Lor.
Selain bata merah di lokasi Candi Lor juga dapat dijumpai beberapa komponen yang berbahan dasar batu andesit. Komponen-komponen tersebut terdiri dari batu candi, pecahan yoni, dan ambang pintu. Arca Ganesa dan Siwa Mahadewa yang dipaparkan dalam papan keterangan tidak dapat lagi kami jumpai. Mungkin arca-arca tersebut tersimpan di Museum Anjuk Ladang.
sekian dulu dari saya, semoga bermanfaat. :)